Minggu, 18 November 2012

Jalan Cinta Para Pejuang (Terinsirasi oleh buku Salim A. Fillah)


Aku terdiam. Membiarkan sore menceritakan keadaanku, untuk pilihan cinta yang belum genap seperempat tahun aku semai.

Berawal dari pertemuanku dengannya disuatu siang. Ya, kuakui saja. Aku memang seseorang yang mudah menggampangkan suatu masalah, sampai aku terlena dengan janji setiap pekan yang ku buat dengannya sebagai bukti kasih kami. Selalu ada yang kudapat setiap kali aku bertemu dengannya, meski waktu itu, kami hanya bertemu 2 jam saja. Mendengarkan setiap jengkal ceritanya, selalu membuat semangat ini kembali bangkit. Entahlah, cinta memang selalu seperti ini.

Teringat, awal dimana dia mengajakku untuk memasuki dunianya. Di suatu malam, dia mencoba meyakinkan dengan kata-katanya yang selalu mendamaikan. Dengan senyuman yang terus ku rindukan. Saat itu, tentu saja aku membantah dengan alasan aku takut untuk tidak adil membagi cinta.
Tapi beliau terus meyakinkan, teringat jelas ucapan beliau, “Apa yang meragukan anti, dek? Belum pernah ada hamba Allah yang beriman, Allah buat mendua di jalan cinta. Allah sendiri yang akan menjaganya. Bukan adek.” Indahnya Ukhuwah.

Malam itu, tentu saja setelah meminta izin padaNya, aku putuskan bahwa aku sanggup melangkah dengannya. Berjalan beriringan di Jalan Cinta.

Di lain sisi, aku merasa menjadi penghianat yang tega menusuk cintaku yang lain. Aku tau persis bagaimana mereka berdua mengenal. Mereka berbeda dan tentu saja aku masuk diantara keduanya. Tapi aku meyakinkan diriku sendiri, bahwa aku akan membagi cinta ini pada cinta pertamaku. Seperti kata Salim A. Fillah, mengambil cinta dari langit dan menebarkannya di bumi. Ya, aku ingin membagi cinta ini kepada kalian.

Ada yang mengatakan padaku bahwa saat ini, cinta bukan pilihan, karena kau telah masuk dan memilih keduanya. Tugasmu hanya berada di sampingnya maka hidupi dan kasihi mereka dengan cinta yang anti punya.

Ya. Aku telah memilih Jalan Cintaku untuk tetap bersama mereka berdua. Meski sampai sekarang, aku belum tau, apa yang akan aku berikan untuk cinta keduaku. Cintaku bukan menerima, tapi cintaku adalah untuk memberi. Kata-kata itu selalu ku camkan dalam hati.

Tapi sekarang, aku merasakan sedikit perbedaan. Ada rahasia. Bukankah cinta itu saling terbuka? Di lain sisi, aku meredamnya. Cinta adalah kepercayaan. Ahh. .

ALLAH, memang butuh air sebanyak2nya untuk jiwa yang sudah menguning. Aku mencintai keduanya, Aku belajar sabar untuk menanti persetujuan, aku belajar menata hati untuk sebuah kerahasiaan, dan sungguh. Aku mencintai keduanya.

Setidaknya untuk saat ini, aku butuh sedikit waktu. Ya, untuk melegakan diri. Bukankah tumbuhan itu tak langsung hijau dan lebat. Kini, aku berusaha untuk memupuk diriku sendiri. Dengan ghiroh yang masih tersisa. Cepat atau lambat, ia akan menghijau, dan ku harap aku bisa membagi buahnya padamu.

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Mengetahui hati-hati ini berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa dalam taat-Mu, telah bersatu dalam dakwah kepadaMu, telah berpadu dalam membela syariatMu. Teguhkanlah Ya Allah ikatannya. Kekalkanlah cinta kasihnya. Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati tersebut dengan cahayaMu yang tidak pernah hilang. Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan iman kepadaMu dan indahnya bertawakkal kepadaMu. Hidupkanlah hati ini dengan ma’rifat kepadaMu. Matikanlah ia dalam syahid di JalanMu. Engkaulah sebaik-baik pelindung dan penolong.” (Do’a Robithoh)

*Tulisan ini saya dedikasikan untuk seseorang yang selalu menunggu di MU dan MT.

1 komentar:

  1. aku tau yang kau maksud cantik :)
    dia memang selalu menebar semangat dan kata-kata indahnya..
    meskipun aku tau terkadang ia rapuh didalamnya, penuh semangat lebih dibanding kita. Tapi yang ia lakukan selama ini adalah MEMBERI bukan menuntut untuk diberi.. semoga ia selalu dalam naunganMu ya Rabb..

    BalasHapus