Malang, 23 Oktober 2013
Allahumma Shoyyiban Naafi’an. .
Terucap doa kepada semuanya, termasuk emak dan bapak yang
bersedia merawat sampai usia sebanyak ini, agar berkah umur dan rizkinya.
Ada yang spesial saat hujan, saat tetes air jatuh satu
persatu hingga basah yang dijatuhinya. Ada yang spesial saat hujan, saat beribu
doa terlantun dari tiap-tiap manusia. Hingga aku mencintai hujan, saat dia
mengingatkanku akan memori beberapa saat lalu.
Cerita Pertama:
Siang itu, saat matahari masih terik. Daku bersiap untuk
melakukan perjalanan. Untuk sebuah pemenuhan janji, atau bias dibilang amanah.
Sebelumnya, kudapati seorang perempuan dengan jilbab terurai panjang bertanya
padaku tentang niat kepergian. Aku bercerita bla-bla-bla. Hingga pembicaraan
kami terhenti pada saat dia bertanya tentang suatu hal yang sampai sekarang
daku sendiri tak tau akan berbuat apa. Dengan sengaja aku bilang, “aku ingin
berhenti….” Kami pun terdiam
Tak lama aku pamit untuk melanjutkan perjalanan. Entah apa
yang ada dipikiran, hingga shiiittt, braaakkk . . . aku menabrak plat
belakang sepeda orang pas di depanku. Kacau. Berkali-kali minta maaf, tak hanya
pada pemilik sepeda juga pada yang Maha Pengatur Kehendak. Aku lalai.
Aku lalai, mungkin secara sengaja Tuhan bilang, Jangan
berhenti! Dari apa?
Cerita Kedua:
Hari itu pagi-pagi daku kembali bersiap berangkat ke Kampus.
Seperti biasanya, agak bersantai dan berbincang dengan emak sebelum pergi ke
kamar mandi. Cukup hanya menemaninya di dapur, sedikit membuat hatiku tenang.
Karena mungkin, pertemuan kita dalam sehari itu tak lebih dari 10 jam mesti
kita selalu serumah. Kecuali saat libur, itupun jika kami tak ada agenda di
luar rumah. Kita sama sibuk di luar. Tak heran jika kudapati rumah dalam
keadaan kosong bahkan rumah tanpa makanan.
Tak lama, daku bersiap untuk berangkat kuliah. Sebelumnya,
ku lirik jam dinding yang menunjukkan 10 menit sebelum masuk kuliah. My God!
Beberapa sms melayang dari seorang teman, dengan pesan harus
segera datang ke kampus. “Duu. . Sebentar lagi” pikirku. Hingga sesaat, sepeda
kuparkir di belakang gedung C kampus. Kutengok telpon genggam, kubaca
lamat-lamat sms yang bertulis “Ust, udah nggak boleh masuk. Bapaknya jaga di
depan pintu”. Glek, baru kali ini. Kenapa Rabb?
Bukan hanya daku, tapi mas’ul kelas dan temannya pun
bernasib sama. Pagi itu, daku banyak beristighfar sama Yang Punya Pagi.
Hanya bias terdiam dan meratapi setiap keadaan sebelumnya.
Daku mulai bertanya pada diri. Ada apa? Sampai daku tersadar, bahwa tadi pagi
selepas sholat subuh, tak kupenuhi kewajiban. Tilawah. Hingga Alloh menghukum
dengan cara yang baik. Tak ambil waktu lama, daku langsung pergi ke masjid
untuk meminta ampun. Alloh hanya minta agar sebentar saja hambaNya untuk
melantunkan asmaNya. Tapi daku? Tak pantas!!!
Cerita Ketiga
Siang yang cukup terik untuk melakukan perjalanan pulang
lebih cepat dari sebelumnya. Hingga kugerakkan tubuhku menuju salah satu masjid
di kampus, jika diperkirakan sekitar satu jam berdiam diri disana. Untuk apa?
Terkadang, kita butuh waktu sendiri untuk memulihkan segala hal yang ingin kau
buat pulih. :D
Sebelum keluar masjid, ada seorang perempuan tua yang
memanggil dan melihat kearah dimana daku berdiri. Sampai akhirnya, wajah kami bertemu
dan kuhentikan langkah. Beliau menceritakan apa yang terjadi, bahwa beberapa
saat lalu anaknya harus menginap di salah satu rumah sakit kota Malang dan
butuh biaya untuk menebus obat anaknya. Awalnya aku tak percaya, sedikit risih
saja melihat pemandangan yang sengaja dibuat-buat oleh kaum mereka seantero
Malang. Mungkin tak hanya Malang, hal itu menghancurkan minat anak untuk
bermain sesama kawan dan belajar di sekolah.
Sebelum meninggalkan beliau, dalam hati daku berdoa kepada
Tuhan agar daku diberi kemantapan hati. Bukan tak ikhlas, hanya tak ingin saja
suatu pemberian hanya akan dipersalahgunakan.
Dalam perjalanan, selintas terfikir kembali tentang
perempuan itu. Tentang anaknya yang baru berumur 8 bulan. Ah, ibu mana yang tak
sedih melihat anaknya terbaring lemas dengan sedikit harapan. Selintas,
terfikir juga dengan jumlah pemberian tadi. Bukan ingin kembali, bukan juga tak
ikhlas. Justru ingin berkali-kali berucap syukur karena Tuhan Yang Maha Pemberi
Kehendak, dengan sengaja menjadikan semua menjadi begitu indah. Sempat
mengazamkan dalam hati, bahwa bla-bla-bla. Dan Alloh dengan sengaja menautkan
semuanya. :’)
Allohu Akbar!
Teramat sering mendapat “tamparan” langsung dariNya. Dan
dengan sengaja Alloh tak membiarkan semuanya tanpa suatu hikmah apapun. Meski
terkadang, daku takut jika segala yang Dia kehendaki adalah bentuk murka. Daku
takut ketika anggap bentuk Cinta dariNya adalah semata-mata Dia membiarkan
dalam kesesatan. Daku takut jika ternyata daku GR!
Jauhkan diri ini dari prasangka buruh terhadapMu, Rabb.